Selasa, 05 Mei 2009

stress

Akibat Yang ditimbulkan kerena stress pada Ternak

Stress menyebabkan sekresi keerja adrenalin bertambah. Kerja adrenalin adalah menaikkan kadar gula darah dengan merangsang pemecahan glikogen menjadi glikosa, baik dari jaringan hati maupun otot yang dilaksanakan oleh hormaon glukagon (Olu Sanya, 1985). Dinyatakan lebih lanjut bahwa fungsi adrenalin dan hormone glukagon merupakan bagian reaksi terhadap stress yaitu sebagai sumber sumber energi yang segera digunakan.

Ditambah pula bahwa adrenalin ber5enteraksi dengan reseptor pada membrane sel yang mengaktikan adenilat siklase yang mengubah ATP menjadi cAMP ( sebagai second messenger). Pembentukan glukosa darah yang cepat oleh adrenalin menyebabkan percepatan denyut jantung, vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah karena otak mengalami relaksasi), Vasokontriksi (penyempitan pembuluh darah karena otot mengalami kontraksi) (Olusanya, 1985).

Penyebab stress bermacam-macam seperti cuaca yang sangat panas, kurangnya pakan dan minum serta kelainan fisiologi (Allyn dan Ejarko, 1936). Dijelaskan lebih lanjut bahwa stress pengangkutan akan menimbulkan sekresi hormone adrenalin, dan hormone tersebut akan menimbulkan kontraksi pad spincter alat/ saluran pencernaan dan diduga dapt merangsang pembebasan feses, sisa pakan akan terdorong dari intestine (usus) kekolon , terus kerectum dan akhirnya keluar melalui anus.

Daftar pustaka

Allyn, D.A. dan K. Ejorka 1956. Livestock Marketing. Mc Graw Hill Book Company. Inc., न्यूयार्क

Olusanya Segun. A985. Anatomi And Pshyology Of Tropical Livestock. Longman Group Limited, London.

jerami

Potensi Fermentasi Jerami Padi Sebagai Sumber Pakan Untuk Usaha Penggemukan Sapi Potong


Oleh: Marhadi


BAB I

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara yang memiliki iklim tropis, penyediaan bahan makanan ternak dalam jumlah dan kualitas yang cukup pada sepanjang tahun kiranya tipis atau tidak mungkin, apabila tidak diatasi dengan sistem pengaturan atau pengawetan hijauan secara baik. Tetapi sampai saat ini rupanya untuk mengatasi kekurangan penyediaan makanan ternak berupa hijauan ini masih dalam jumlah yang sangat terbatas, terlebih pada para petani peternak. Hal tersebut bisa dimaklumi karena adanya berbagai faktor yang menghalangi antara lain terbatasnya modal dan areal tanah, serta rendahnya pengetahuan yang dimiliki para peternak

Sebagai alternatif yang bisa memecahkan persoalan mengenai pakan, kita didorong untuk berpikir kreatif dan berusaha menggali segala potensi yang ada guna memecahkan persoalan tersebut diantaranya dengan memanfaatkan potensi pakan lokal sebagi pakan ternak, pakan lokal tersebut tentu saja harus memenuhi kriteria baik ditinjau dari aspek nutrisi, ekonomi, sosial budaya, dan haruslah pula memperhatikan tingkat keberlanjutannya sehingga dapat menjadi sumber bahan pakan yang terus tersedia, murah, mudah didapatkan, tidak menimbulkan polusi, dan masih sesuai dengan budaya masyarakat, sehingga nantinya mudah untuk diterima dikalangan masyarakat tersebut.

Salah satu faktor terpenting dalam usaha peternakan sapi adalah penyediaan pakan, disamping faktor lainnya seperti bangsa dan cara pemeliharaan. Pakan hijauan merupakan bahan pakan utama bagi ternak ruminansia, namun sejalan dengan berkurangnya lahan untuk menghasilkan hijauan pakan ternak sebagai akibat perluasan lahan untuk pemukiman dan produksi pangan, menyebabkan keterbatasan produksi pakan hijauan. Meskipun demikian, meningkatnya produksi tanaman pangan berakibat pada meningkatnya jumlah produksi limbah pertanian. Di Indonesia, limbah tanaman padi(jerami padi) tersedia dalam jumlah yang cukup banyak dan mudah untuk diperoleh sebagai pakan ternak


BAB II

ISI

2.1. Jerami padi

Jerami merupakan bagian dari batang tumbuhan tanpa akar yang tertinggal setelah dipanen butir buahnya. Jika jerami padi langsung diberikan kepada ternak tanpa melalui proses pengolahan, maka jerami padi ini akan tergolong sebagai makanan ternak yang berkualitas rendah. Jerami padi memiliki kandungan zat gizi yang minim, kandungan protein yang sedikit, dan daya cernanya rendah. Meskipun demikian, teknik amoniasi dapat mengubah jerami menjadi makanan ternak yang potensial dan berkualitas karena dapat meningkatkan daya cerna dan kandungan proteinnya. Sejumlah negara di dunia seperti, Tunisia, Mesir, dan Algeria telah melakukan teknik amoniasi jerami padi ini sejak lebih dari 15 tahun yang lalu (Chenost, 1997). Jerami padi merupakan limbah tanaman pangan yang sangat potensial. Menurut Soelistyono (1976) jerami padi merupakan limbah pertanian dari sisa tanaman padi yang telah dipanen hasilnya yaitu, berupa batang, daun yang masih hijau atau sudah menguning.

Nilai manfaat jerami padi sebagai bahan pakan ternak dapat ditingkatkan dengan dua cara, yaitu dengan mengoptimumkan lingkungan saluran pencernaan atau dengan meningkatkan nilai nutrisi jerami. Optimasi lingkungan saluran pencernaan terutama rumen, dapat dilakukan dengan pemberian bahan pakan suplemen yang mampu memicu pertumbuhan mikroba rumen pencerna serat seperti bahan pakan sumber protein. Sementara nilai nutrisi dan tingkat pemanfaatan dapat diperbaiki dengan memberikan perlakuan yang dapat meningkatkan kandungan protein dan perenggangan ikatan lignoselulosa. Perlakuan yang paling umum dilakukan adalah perlakuan amoniasi. Sutardi et al. (1983) menyatakan jerami padi kurang bermanfaat dibandingkan dengan hijauan berkualitas rendah lainnya karena kurang palatabel dan daya cernanya rendah. Palatabilitas jerami padi rendah karena kandungan proteinnya jauh dibawah standar, kecernaan jerami padi hanya mencapai 35-37% dengan kandungan protein kasar 3-4% bahan kering (Jackson, 1978). Mutu rendah dari jerami padi bila dibandingkan dengan hijauan, disebabkan antara lain: 1) mempunyai kadar silika yang tinggi; 2) jerami padi merupakan limbah tanaman tua, sehingga sudah mengalami lignifikasi tingkat lanjut, maka sebagian besar karbohidratnya telah membentuk ikatan lignin dalam bentuk lignoselulosa dan lignohemiselulosa yang sukar dicerna; 3) kandungan protein kasar rendah (Sutrisno, 1988).

2.2.Fermentasi

Fermentasi merupakan proses pemecahan senyawa organik menjadi sederhana yang melibatkan mikroorganisme, yang bertujuan menghasilkan suatu produk (bahan pakan) yang mempunyai kandungan nutrisi, tekstur, biological availability yang lebih baik disamping itu juga menurunkan zat anti nutrisinya ( Retno I Pujaningsih, 2005). Menurut Kumalaningsih (1995) Fermentasi dapat didefinisikan sebagai perubahan gradual oleh enzim beberapa bakteri, khamir, dan kapang. Beberapa contoh perubahan kimia dari fermentasi meliputi pengasaman susu, dekomposisi pati dan gula menjadi alkohol dan karbon dioksida, dan oksidasi senyawa nitrogen organik.

Fermentasi merupakan suatu reaksi oksidasi reduksi dalam sistem biologi yang menghasilkan energi dimana aseptor elektron dan donor elektron berupa senyawa organik dan dapat terjadi karena adanya aktifitas mikrobia penyebab fermentasi pada substrat organik yang sesuai (Winarno et al., 1980). Menurut Lidya dan Djenar, 2000) pengertian fermentasi dalam bioproses adalah terjadinya prooses enzimatik pada substrat disebabkan karena adanya mikrobia didalam bahan tersebut.

Prinsip dasar fermentasi adalah mengaktifkan kegiatan mikrobia tertentu untuk tujuan mengubah sifat bahan agar dihasilkan sesuatu yang bermanfaat (Widayati dan Widalestari, 1996). Faktor utama yang mempengaruhi proses fermentasi meliputi suhu, O2, pH, air dan substrat (Suwaryono dan Ismaini, 1988). Basuki dan Wiryasasmita (1987) menyatakan bahwa tujuan dari proses fermentasi adalah memecah ikatan komplek lignoselulosa dan menghasilkan kandungan selulosa untuk dipecah oleh enzim selulase yang dihasilkan mikrobia. Proses fermentasi dapat menyebabkan perubahan sifat pada bahan pangan sebagai akibat pemecahan kandungan bahan pakan tersebut (Winarno et al., 1980).

Mikrobiologi industri merupakan suatu usaha memanfaatkan mikrobia sebagai komponen untuk industri atau mengikutsertakan mikrobia dalam proses. Mikrobia dalam industri menghasilkan bermacam produk diantaranya:

1. zat kimia seperti asam organik, gliserol, alkohol

2. antibiotik

3. zat tumbuh

4. enzim

5. makanan dan minuman

6. pengawetan dan sebagainya.

Mikrobia sebagai hasil industri, misalnya protein sel tunggal, ragi dan sebagainya. Dalam bidang pertanian, misalnya Bacillus turingiensis, Rhizobium dan sebagainya. Industri fermentasi dalam pelaksanaan proses dipengaruhi oleh

beberapa faktor:

1. mikrobia

2. bahan dasar

3. sifat-sifat proses

4. pilot-plant

5. faktor sosial ekonomi

Proses fermentasi yang penting dalam industri komersial adalah:

1. Produksi sel mikrobia,

2. Produksi enzim mikrobia,

3. Produksi hasil metabolisme mikrobia,

4. Proses transformasi (Kumalaningsih,1995)

Proses pembuatan jerami padi fermentasi mengikuti prosedur yang dilakukan di Balai Penelitian Ternak, Ciawi. Pada tahap pertama, jerami padi yang sudah dikumpulkan ditumpuk dengan ketebalan kurang lebih 20 cm kemudian ditaburi campuran urea dan probion dengan takaran masing-masing sebanyak 2,5 kg untuk setiap ton jerami padi segar. Tumpukan tersebut diulang kembali sampai ketinggian sekitar 2 – 3 m. Tumpukan didiamkan selama 3 minggu agar proses fermentasi dapat berlangsung dengan baik. Setelah itu jerami padi sudah bisa diberikan pada ternak. Untuk penyimpanan jerami padi

agar lebih tahan lama, dilakukan pengeringan di bawah sinar matahari dan diangin anginkan sehingga cukup kering sebelum disimpan pada tempat yang juga terlindung.

2.3. Penggemukan Sapi Potong

Pada tahun 2003, populasi sapi potong di Indonesia sekitar 11.395.688 ekor. Dengan tingkat pertumbuhan populasi sekitar 1,08%, idealnya minimal 15,27% untuk memenuhi kebutuhan domestik. Dari populasi sapi tersebut, sebagian 45−50% adalah sapi asli Indonesia, yang berpotensi untuk dikembangkan. Berdasarkan data tahun 1984, sapi Bali termasuk jenis sapi terbanyak, yaitu 23,81%, diikuti sapi Madura (11,28%), dan sisanya terdiri dari sapi Ongole, Peranakan Ongole, Brahman Cross, dan persilangan sapi lokal dengan sapi impor (Simmental, Limousin, Hereford, dll). Sapi Bali merupakan sapi kebanggaan Indonesia yang paling mudah dikembangkan karena mudah beradaptasi.

Kondisi peternakan sapi potong diIndonesia sangat memprihatinkan yakni apabila ditinjau dari produktivitasnya, populasi, ketidakstabilan pasokan bakalan, pakan yang belum mencukupi, pengetahuan petani ternak yang rendah, dan pengetahuan tentang teknologi peternakan yang rendah (Soeprapto, 2008)

Pertumbuhan merupakan pertambahan berat badan atau ukuran tubuh sesuai dengan umur. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan diantaranya suhu, pakan dan air (Sugeng, 1999). Dijelaskan lebih lanjut oleh Sugeng (1999) bahwa suhu yang tinggi dapat mempengaruhi pertumbuhan, sebab dapat memperlambat proses metabolisme di dalam tubuh, faktor pakan sangat penting dalam pertumbuhan karena kekurangan pakan merupakan kendala besar dalam proses pertumbuhan dan jika kekurangan air maka pekerjaan sel – sel dalam tubuh akan terganggu, sehingga tubuh menjadi sakit dan pertumbuhan akan terganggu, hal ini tentu saja berkaitan dengan proses penggemukan sapi.

2.4. Potensi Pengembangan Sapi Potong

Apabila dilhat dari segi usaha pembibitannya, Pembibitan sapi potong merupakan sumber utama sapi bakalan bagi usaha penggemukan sapi potong diindonesia, selain itu sapi asal impor dari australia juga merupakan sumber sapi bakalan yang makin penting bagi usaha penggemukan, walaupun masih relatif kecil (Hadi et all 1999a). Hal ini menunjukkan bahwa sumber utama daging sapi bagi konsumsi nasional masih tergantung pada usaha pembibitan didalam negeri yang berupa peternakan rakyat. Sampai saat ini belum ada perusahaan yang bergerak diusaha pembibitan sapi potong karena usaha tersebut dinilai kurang menguntungkan ( Hadi dan Ilham, 2000)

Sedangkan dari jumlah konsumsi, konsumsi perkapita dari produk peternakan diharapkan akan sejalan dengan perbaikan tingkat pendapatan dan kemampuan tingkat penyediaan produk disamping peningkatan kesadaran gizi konsumen. KASRYNO (1997) menyatakan bahwa secara historis konsumsi perkapita produksi daging, telur dan susu dari tahun ketahun menunjukkan peningkatan yang nyata bahkan untuk beberapa komoditas, seperti daging unggas dan telur, telah mampu memenuhi target. Namun demikian, terlepas dari adanya perbaikan pendapatan masyarakat dan meningkatnya kemampuan bidang usaha untuk menyediakan produk ternak yang lebih berkualitas. Selaian itu tantangan penyediaan pangan asal hewan dirasakan semakin kuat, terlebih lagi dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 115/ MPP/Kep/II/1998 tanggal 27 Pebruari 1998 tentang jenis barang kebutuhan pokok masyarakat. Dalam keputusan tersebut, daging sapi, daging ayam dan telur masuk dalam jenis barang kebutuhan pokok masyarakat (SEMBAKO) yang berarti kecukupan dan ketersediaan bahan pangan tersebut harus mendapatkan perhatian secara sungguhsungguh.

Beberapa tahun terakhir terdapat kecenderungan peningkatan gap antara penawaran dan permintaan daging (WIJONO et al., 2003). Prediksi pada tahun 2005 kebutuhan daging yang berasal dari sapi menyumbang pangsa 25,41% dengan jumlah penduduk 210,4 juta jiwa dan tingkat pertambahan penduduk 1,66%, diperhitungkan kebutuhan daging sapi sebesar 404,2 ribu ton pada tahun 2002 dan 499,0 ribu ton pada tahun 2005. Dengan program reguler pengembangan ternak hanya menghasilkan daging sekitar 249,7 ribu ton. Terdapat kesenjangan suplai sebesar 250 ribu ton daging pada tahun 2005 (ANONIMUS, 2002).

2.5. Potensi Jerami Padi Melalui Proses Fermentasi

Pada musim kemarau, di beberapa daerah penyediaan pakan mengalami kesulitan baik dari segi jumlah maupun kualitas. Oleh karena itu upaya pemanfaatan limbah pertanian (jerami padi) sebagai pakan ternak ruminansia telah dilakukan di beberapa daerah dengan pola integrasi dalam upaya mencapai usahaternak yang berdaya saing melalui peningkatan efisiensi. Teknologi fermentasi jerami padi telah dikembangkan oleh Balai Penelitian Ternak dan sudah cukup banyak diterapkan pada kondisi lapang. KOSTAMAN et al. (1999) melaporkan bahwa pada sapi jenis PO yang diberi jerami padi fermentasi menggunakan urea dan probiotik menghasilkan pertambahan bobot hidup harian (PBHH) antara 0,42 sampai 0,75 kg/hari tanpa pengaruh negatif terhadap respon fisiologis ternak.

DIWYANTO (1996) menyatakan bahwa sebagai negara tropis di kawasan katulistiwa dengan areal yang cukup luas, maka persediaan bahan pakan ternak sebetulnya bukan merupakan kendala dalam usaha peternakan sapi potong. Banyak potensi bahan baku pakan lokal yang belum diolah atau dimanfaatkan secara maksimal antara lain berupa limbah industri perkebunan, tanaman pangan, dll. STONAKER (1975) menjelaskan bahwa pada umumnya hijauan di daerah tropis memiliki kualitas rendah, sehingga pemberiannya pada ternak perlu suplementasi konsentrat. Suplementasi konsentrat adalah untuk mencukupi kebutuhan zat-zat makan (terutama protein dan energi), meningkatkan pertambahan bobot badan, meningkatkan konsumsi dan efisiensi penggunaan pakan.


BAB III


PENUTUP

Pemanfaatan jerami padi fermentasi sebagai pakan ternak sapi potong memiliki potensi yang sangat besar yakni selain sebagai penyedia pakan lokal yang kadar nutrisinya dapat ditingkatkan, menanggulangi kekurangan pakan di musim kemarau, upaya pemanfaatan limbah pertanian (jerami padi) melalui fermentasi sebagai pakan ternak ruminansia, upaya membantu pemerintah menanggulangi penyediaan pakan dalam negeri yakni pakan impor, sehingga secara tidak langsung berefek positif terhadap penyediaan daging dalam negeri.

Selain itu dengan dimanfaatkannya jerami fermentasi, maka dapat membantu memcahkan persoalan Kebutuhan para peternak akan pemenuhan pakan yang harganya semakin mahal dan para peternak tidak bisa menutupi output yang semakin besar yang harus dikeluarkan, hal itu tercermin pada saat terjadi resesi ekonomi pada tahun 1997 dimana banyaknya jumlah para peternak yang tidak bisa meneruskan usaha peternakannya dan terpaksa harus menutupi usahanya tersebut akibat melonjaknya harga pakan import.


DAFTAR PUSTAKA

ANONIMUS. 2002. Integrasi ternak dengan perkebunan kelapa sawit. Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan, Departemen Pertanian, Jakarta.


Basuki, T. dan R. Wiryasasmita. 1987. Improvement of the Nutritif Value of Straw by Biological Treatment. In: M. Soejono, A. Musofie, R. Utomo, N. K. Wardhani and J. B. Schiere (editors). Crops Residues for Feed and Other Purposes. Bioconvertion Project Second Workshop on Crop Basidues for Feed and Other Purposes, Grati.


DIWYANTO, K., A. PRIYANTI dan D. ZAINNUDIN. 1996. Pengembangan ternak berwawasan agribisnis di pedesaan dengan memanfaatkan limbah pertanian dan pemilihan bibit yang tepat. Jurnal Litbang Pertanian.


Hadi, P.U. dan N Ilham. 2000. Peluang Pengembangan Usaha Pembibitan Usaha Pembibita Ternak Sapi Potong Indonesia Dalam Rangka Swasembada Daging 2005. Makalah dipresentasikan dalam Pertamuan Teknis Penyediaan Bibit Nasional Dan Refitalisasi UPT T.A. 2000. Direktorat Pembibitan, Direktorat Jenderal mBina Produksi Peternakan, Jakarta, 11-12 Juli 2000. 22 hlm


Hadi, P.U., D.Vincent, and N. Ilham. 1999. Pengkajian Konsumsi Daging Sapi dan kebutuhan import daging sapi Dalam Sudaryanto, T., IW. Rusastra, dan E. Dajamal (Ed). Analisis dan Perspektif Kebijaksanaan Pembangunan Pertanian Pasca Krisis Ekonomi. Monograph series. Pusat Penelitian Ekonomi Pertanian (20): 289-312.


KOSTAMAN, T., E. HANDIWIRAWAN, B. HARYANTO dan K. DIWYANTO. 1999. Respon bangsa sapi potong terhadap pemberian jerami padi. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 18 – 19 Oktober 1999. hlm. 299 – 303.


Kumalaningsih, S dan N. Hidayat. 1995. Mikrobiologi Hasil Pertanian. IKIP Malang. Madang


Lidya, B. dan N. S. Djenar. 2000. Dasar Bioproses. Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta (Tidak Diterbitkan).


Retno I Pujaningsih. 2005. Teknologi Fermentasi dan Peningkatan Kualitas Pakan. LaboratoriumTeknologi MakananTernak. FakultasPeternakanUNDIP (tidak diterbitkan).

Soeprapto,Herry. MP. Zainal Abidin. 2008. Cara Tepat Penggemukan Sapi Potong. PT. Agro Media Pustaka. jakarta


STONAKER, H.H. 1975. Beef production system in the tropic. J. Anim. Sci. 41(4).


Sulistyono, H.S. 1976. Ilmu Bahan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan dan Perikanan. Universitas Diponegoro, Semarang. (Tidak diterbitkan).


Sutrisno, C. I. 1988. Teknologi pemanfaatan jerami padi sebagai penunjang usaha peternakan di Indonesia. dalam: Sunarso, B. Dwiloka, Soepardie, Widiyanto dan Soelistyono H. S. (Editor). Proceedings seminar nasional penyedia pakan dalam mendukung industri peternakan dalam menyongsong pelita V, Semarang.


Widayati, E. dan Y. Widalestari. 1996. Limbah untuk Pakan Ternak. Trubus Agrisana, Surabaya.


WIJONO, D.B., L. AFFANDHY dan A. RASYID. 2003. Integrsi ternak dengan perkebunan kelapa sawit. Makalah disampaikan pada Ekspose Inovasi Teknologi Pertanian Lahan Kering dan Lokakarya Nasional Sistim Integrasi Kelapa Sawit-Sapi, Bengkulu, 9-10 September 2003.


Winarno, S. G., S. Fardiaz dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Cetakan pertama. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.