Sabtu, 19 Desember 2009

Pakan Lokal dan Limbah Pertanian sebagai Pakan Sapi Potong

Pakan Lokal dan Limbah Pertanian Sebagai Pakan Sapi Potong

Oleh: Marhadi


Indonesia merupakan negara beriklim tropis, penyediaan bahan makanan ternak dalam jumlah dan kualitas yang cukup sepanjang tahun kiranya sulit dipenuhi, sehingga perlu sistem pengaturan atau pengawetan hijauan secara baik. Tetapi sampai saat ini rupanya masih terjadi kekurangan penyediaan makanan ternak berupa hijauan, terlebih pada para petani peternak. Hal tersebut bisa dimaklumi karena berbagai faktor penghambat, seperti: terbatasnya modal dan areal tanah, serta rendahnya pengetahuan yang dimiliki para peternak.

Pakan hijauan merupakan bahan pakan utama bagi ternak ruminansia, termasuk ternak sapi potong, namun sejalan dengan berkurangnya lahan untuk menghasilkan hijauan pakan ternak sebagai akibat perluasan lahan untuk pemukiman dan produksi pangan, menyebabkan keterbatasan produksi pakan hijauan. Meskipun demikian, meningkatnya produksi tanaman pangan berakibat pada meningkatnya jumlah produksi limbah pertanian. Berdasarkan kondisi yang tersebut diatas, maka untuk pengembangan ternak ruminansia terutama ternak sapi potong di suatu daerah seharusnya dilakukan juga usaha untuk memanfaatkan limbah pertanian, mengingat sumber penyediaan rumput dan hijauan lainnya sebagai pakan sangat terbatas.
Selain ketersediaan lahan hijauan yang terbatas, modal, iklim yang kurang mendukung, dan meluasnya areal pemukiman penduduk, sebenarnya hal yang melatar belakangi mengapa kita harus memanfatkan pakan lokal dan limbah pertanian sudah tercermin pada saat terjadi resesi ekonomi pada tahun 1997 dimana banyaknya jumlah para peternak yang tidak bisa meneruskan usaha peternakannya dan terpaksa harus menutupi usahanya tersebut akibat melonjaknya harga pakan import. Pada awal resesi ekonomi tersebut pemerintah berupaya melakukan impor bahan pakan guna memenuhi kebutuhan peternak akan pemenuhan pakan diantaranya jagung, kedelai, tepung ikan dan lain sebagainya, sehingga lambat laun harganya semakin mahal dan para peternak tidak bisa menutupi output yang semakin besar yang akan dikeluarkan sebagai biaya produksi. Dari latar belakang tersebut sudah semestinya kita memanfaatkan pakan lokal dan limbah pertanian sebagai pakan, terutama bagi ternak ruminansia termasuk ternak sapi potong, bahkan sudah semestinya juga kita mulai memikirkan bagaimana memanfaatkan pakan lokal dan limbah pertanian sebagai pakan selain ternak ruminansia.
Sebagai alternatif yang bisa memecahkan persoalan mengenai pakan, kita didorong untuk berpikir kreatif dan berusaha menggali segala potensi yang ada guna memecahkan persoalan tersebut diantaranya dengan memanfaatkan potensi pakan lokal dan pemanfaatan limbah pertanian sebagi pakan ternak. Pemanfaatan pakan lokal dan limbah pertanian perlu diterapkan oleh petani peternak diIndonesia guna memecahkan persoalan mengenai pakan, dan untuk itulah diperlukan suatu penelitian lebih lanjut oleh para ahli peternakan sehingga dapat mensejahterakan kehidupan para petani peternak di Indonesia.
Pakan lokal merupakan sumber bahan pakan yang terdapat disekeliling masyarakat petani peternak. Pakan lokal yang akan dimanfaatkan sebagai sumber pakan alternatif tersebut tentu saja harus memenuhi kriteria baik ditinjau dari aspek nutrisi, ekonomi, sosial budaya, dan haruslah pula memperhatikan tingkat keberlanjutannya sehingga dapat menjadi sumber bahan pakan yang terus tersedia, murah, mudah didapatkan, tidak menimbulkan polusi, dan masih sesuai dengan budaya masyarakat, sehingga nantinya mudah untuk diterima dikalangan masyarakat tersebut.
Limbah pertanian atau hasil sampingan agroindustri mempunyai peluang untuk dimanfaatkan secara optimal sebagai pakan ternak terutama ternak ruminansia, khususnya sapi potong, hal ini berhubungan dengan kondisi masyarakat yang bersifat agraris, sehingga sumber limbah pertanian hampir dapat dijumpai diseluruh Indonesia. Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum limbah tersebut digunakan seperti ketersediaan, kontinuitas pengadaan, kandungan gizi, kemungkinan adanya faktor pembatas seperti zat racun atau zat anti nutrisi, serta perlu tidaknya bahan diolah sebelum dapat digunakan sebagai pakan ternak, selain itu permasalahan dalam pemanfaatan limbah pertanian adalah kandungan serat kasarnya yang tinggi termasuk selulosa, lignin, dan tanin yang sangat sukar dicerna oleh ternak ruminansia termasuk sapi potong.(19/12/09)

Jumat, 04 Desember 2009

Nutrisi Dan Makanan Ternak

Nutrisi Dan Makanan Ternak
Oleh: Marhadi
Program studi Nutrisi Dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro (UNDIP) diresmikan pada tanggal 8 desember  tahun 1984 dengan dikeluarkannya Surat Kepeutusan Menteri Pendididkan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 0551/0/1983 tanggal 8 Desember 1983. 
Program studi Nutrisi Dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro (UNDIP) merupakan suatu program studi pada jurusan Nutrisi Dan Makanan Ternak yang lebih spesifik mempunyai Ciri Khas Kompetisi Utama yaitu menguasi dasar-dasar ilmiah dalam bidang peternakan berkondidisi tropika sehingga mampu menemukan, memahami, menjelaskan dan memutuskan cara penyelesaian, khususnya masalah-masalah budidaya produksi pakan, tekhnologi pengolahan pakan dan manejemen pakan.
Lulusan Nutrisi Dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro (UNDIP) diharapkan dapat menjadi sumber daya manusia yang dapat terus mengembangkan ilmu Nutrisi Dan Makanan Ternak melalui berbagai penelitian dan pengkajian Ternak Khususnya Pakan Ternak, mampu menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan pada bidang Nutrisi Makanan Ternak dalam kegiatan produktif dan pelayanan kepada masyarakat dengan sikap dan perilaku yang sesuai dengan tata kehidupan bersama, mampu mengikuti  perkembangan Ilmu pengetahuan dan tekhnologi dibidang peternakan khususnya bidang nutrisi makanan ternak. 
Dalam persaingan dan tantangan hidup yang semakin ketat yang dihadapi oleh bangsa Indonesia, mahasiswa lulusan peternakan khusunya Nutrisi Dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro (UNDIP) semakin didorong untuk memperluas cakrawala keilmuan, pengetahuan dengan memberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan nasional. Sesuai dengan peran dan fungsi mahasiswa sebagai kekuatan pendobrak bangsa sekaligus sebagai kontrol sosial, maka diharapkan tidak hanya menjadi insan yang terpelajar yang menguasai bidang akademis saja, tetapi juga diharapkan mampu  mengaplikasikannya dalam kehidupan bermasyarakat.
Berbicara mengenai Nutrisi Dan Makanan Ternak maka lebih baiknya juga apabila menjelaskan tentang Fakultas Peternakan mengingat peranannya yang begitu besar. Peranan Fakultas Peternakan sangat penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia yakni menciptakan sarjana-sarjana peternakan. Fakultas peternakan merupakan bagian dari sebuah sistem pendidikan nasional dalam penyediaan pangan/protein bagi masyarakat  indonesia.
Berhubungan dengan kondisi masyarakat yang bersifat agraris,  Peternakan merupakan salah satu sub sektor penting dalam dunia usaha. Suatu hal yang mendasari mengapa Peternakan begitu penting tercermin pada peranannya yang mengacu pada penanganan masalah mendasar yaitu ancaman penurunan populasi, khususnya ternak besar, terjangkit atau timbulnya kembali hewan dan manular, belum optimalnya sistem kesehatan masyarakat veteriner, ancaman masuknya produk-produk impor, penurunan kualitas, dan mutu bibit, juga adanya ketergantungan terhadap bahan pakan impor, serta yang paling penting adalah peternakan merupakan penyedia protein hewani yang sangat dibutuhkan oleh manusai, untuk itulah dibutuhkan tenaga ahli dibidang peternakan dengan didirikannya Fakultas Peternakan.
Saya Bangga Kuliah diPeternakan...;.!!

Padang Pengembalaan

Oleh:Marhadi
PEREMAJAAN PADANG PENGEMBALAAN
PENDAHULUAN
Lahan penggembalaan ternak di Indonesia banyak mengalami kerusakan, yang semula merupakan padang rumput telah terintervensi oleh gulma kemudian menjadi tanah kritis. Kerusakan padang penggembalaan tersebut antara lain disebabkan karena hijauan asli setempat produksi dan kualitasnya rendah, kurang responsive terhadap perbaikan unsur hara tanah.
Bagi daerah yang memiliki sosial budaya memelihara ternak secara ekstensif, keberadaan padang penggembalaan sangat diperlukan. Oleh karena itu perlu adanya upaya peremajaan terhadap padang penggembalaan yang ada serta melakukan perluasan areal padang penggembalaan baru terhadap lahan yang belum dimanfaatkan agar ketersediaan hijauan makanan ternak tercukupi dan terus memiliki keberlajutan atau kontinyuitas. 
Tujuan penulisan makalah mengenai peremajaan padang pengembalaan ini adalah untuk memberikan informasi dan pemahaman kepada para mahasiswa peternakan dan peternak betapa pentingnya padang pengembaaan bagi ternak sebagai sumber pakan yang berasal dari hijauan, adapun manfaatnya adalah agar kita semua memahami bagaimana cara melakukan peremajaan terhadap padang pengembalaan.
2.1. Padang Pengembalaan
Padang penggembalaan adalah tempat atau lahan yang ditanami rumput unggul dan atau legume (jenis rumput/ legume yang tahan terhadap injakan ternak) yang digunakan untuk menggembalakan ternak. Usaha padang penggembalaan adalah suatu bentuk usaha peternakan (ternak ruminansia) yang menggunakan padang penggembalaan, dengan landasan kapasitas tampung (carrying capacity). Tujuan utama dalam pembuatan padang penggembalaan adalah menyediakan hijauan makanan ternak yang berkualitas, efisien dan tersedia secara kontinyu sepanjang tahun, disamping itu sebagai media intensifikasi kawin alam.
Padang penggembalaan dapat diklasifikasikan menjadi empat golongan utama, yaitu : Padang Penggembalaan Alam, Padang Penggembalaan Permanen yang sudah diperbaiki, Padang Penggembalaan Buatan (Temporer), dan Padang Penggembalaan dengan Irigasi. Padang penggembalaan dapat terdiri atas rumput-rumputan, kacang-kacangan atau campuran keduanya (McIlroy, 1976), di mana fungsi kacang-kacangan dalam padang penggembalaan adalah memberikan nilai makanan yang lebih baik terutama berupa protein, phosphor dan kalium (Reksohadiprodjo, 1994).
2.2. Tatalaksana Padang Penggembalaan
Tatalaksana Padang Penggembalaan antara lain meliputi pembenihan baru, pemupukan, pemberantasan gulma, hama dan penyakit, pembakaran, penggunaan sumber air, penanaman pepohonan untuk naungan, pemberian masa istirahat penggembalaan dan pengaturan jumlah ternak yang digembalakan.
Tujuan tata laksana padang penggembalaan adalah untuk 1) mempertahankan produksi yang tinggi dari hijauan yang berkualitas tinggi untuk waktu sepanjang mungkin; 2) mempertahankan keseimbangan yang menguntungkan antara jenis-jenis tanaman pakan; 3) mencapai penggunaan yang efisien dari hijauan pakan yang dihasilkan dan 4) produksi hewan yang tinggi.  Tata laksana penggembalaan yang baik mengadakan masa istirahat dan memberikan kesempatan agar tanaman pakan tersebut dapat tumbuh kembali setelah penggembalaan dan termasuk pengaturan yang cermat dalam hal jumlah ternak yang digembalakan.  Ternak-ternak dapat tumbuh paling baik apabila diberi kesempatan merenggut sepuas-puasnya tetapi tidak berlebihan (Mcllroy, 1976).
Dari segi pengolahan tanah, terdapat tiga sistem produksi padang penggembalaan yaitu: 1) penggembalaan ekstensif pada tanah penggembalaan savana; 2)  penggembalaan ekstensif pada tanah penggembalaan yang ditingkatkan dengan campuran rumput dan legum; 3) penggembalaan intensif pada padang rumput yang dipupuk berat.  Ternak yang digembalakan secara berpindah-pindah menyebabkan tanah penggembalaan harus dikelola secara ekstensif (Reksohadiprodjo, 1994).

2.3. Renovasi Padang Penggembalaan
Pada umumnya untuk padang penggembalaan dengan system penggembalaan secara kontinyu setelah 3 (tiga) tahun perlu diperbaharui. Untuk pembaharauan ini tanaman lama dibongkar, tanah diolah kembali dan dilakukan penanaman yang baru. Sedangkan pada padang penggembalaan bergilir jangka panjang (6 - 9 tahun) dapat dilakukan 2 - 3 kali renovasi. Renovasi atau peremajaan perlu dilakukan untuk menjaga kualitas dan kuantitas produksi hijauan.
Cara renovasi padang pengembalaan ada dua:
Serentak
Cara ini dilakukan dengan membongkar semua padangan dengan cara dibakar kemudian diganti dengan tanaman unggul yang baru. Cara ini membutuhkan  biaya yang mahal dan ada kesenjangan dalam penyediaan pakan, jika dilakukan pada musim hujan akan mengakibatkan terjadinya erosi.
Bertahap
Cara ini dengan menggantikan sebagian tanaman dengan tanaman baru. Cara ini biasanya lebih murah dan pemanfaatan pastura tidak terganggu
2.4.  Peremajaan
Peremajaan atau perbaikan padang-padang rumput harus dipertimbangkan dari dua arah, yaitu tatalaksana ternak yang digembalakan harus diperhatikan hubungannya dengan perbaikan tata laksana padang penggembalaan. Peremajaan padang penggembalaan meliputi pengolahan tanah, pembenihan baru, pemupukan, pemberantasan invansi tumbuhan pengganggu, pemberantasan hama penyakit,  penggunaan sumber air, makanan pelengkap dan penanaman pohon-pohon (Mc. Illroy, 1976). 
Padang penggembalaan permanent yang terlantar biasanya diremajakan dengan jalan dibajak dan pembenihan baru menggunakan species rumput dan leguminosa yang lebih unggul. Metode seperti di atas sudah lazim digunakan dan akan menunjukkan kenaikan produksi yang tinggi pada saat setelah dibajak dan diberi benih baru. Namun, hal ini tidak selamanya dapat dipertahankan dan akan merosot pada tahun keempat dengan produksi akhir padang penggembalaan yang dibajak lebih rendah daripada padang penggembalaan yang tidak dibajak  (Voisin,1960).
Salah satu metode tercepat dalam meremajakan padang penggembalaan di daerah tropic adalah dengan cara mengganti rumput yang berproduksi rendah dengan species serta varietas rumput atau leguminosa yang lebih baik (Mc. Illory, 1976).
2.4.1. Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah bertujuan untuk mempersiapkan media tumbuh optimum bagi tanaman. Pengolahan tanah secara baik menyangkut pengertian yaitu membersihkan tanah dari tumbuh-tumbuhan pengganggu, menjamin perkembangan sistem perakaran yang sempurna, menjamin peningkatan aviabilitas zat-zat, memperbaiki aerasi dan kelembaban tanah, memeperbaiki kelestarian serta kesuburan tanah dan persediaan air. Sebelum pengolahan tanah dilakukan pemanenan terlebih dahulu. Pengolahan tanah bertujuan mempersiapkan media tumbuh yang optimum bagi suatu tanaman. Tanah yang diolah secara baik menyangkut pengertian :
a) membersihkan tanah dari tumbuhan-tumbuhan pengganggu (weed)
b) menjamin perkembangan sistem perakaran
c) memperhatikan kelestarian kesuburan tanah dan persediaan air
Pengolahan tanah dilakukan dengan cara penyiangan, pembajakan. Penyiangan sangat diperlukan dalam pemeliharaan tanaman. Karena tanaman tidak disiangi maka tanaman akan bersaing dengan gulma, sehingga pertumbuhan tanaman akan terganggu dengan adanya gulma (Crowder dan Chedda, 1982). Penyiangan dilakukan dengan maksud untuk memberantas weed atau gulma, yaitu : mekanisme dengan jalan pengolahan tanah yang intensif, penyiangan dan pengaturan pengairan ; biologis dengan menambahkan musuh-musuh alami gulma dengan cara memanipulasi faktor biotik lingkungan gulma dan mengatur komposisi botaninya, dan kimia dengan menggunakan obat-obatan atau zat kimia yang disebut herbisida (biaya mahal) (Crowder dan Chedda, 1982). Pembajakan dalam peremajaan padang penggembalaan dapat dilakukan dengan jalan membajak jalur berjarak lebar tempat biji akan disebarkan (Mc. Illory, 1976).
2.4.2. Pembenihan Baru
Padang penggembalaan permanen yang mundur atau terlantar di daerah iklim sedang biasanya diremajakan dengan jalan pembajakan dan pembenihan baru dengan spesies rumput dan leguminosa yang unggul. Walaupun cara ini banyak disanggah, tetapi telah umum dilakukan sehingga lazim dikatakan bahwa padang penggemabalaan yang tidak dapat diremajakan dengan dibajak hanyalah padang penggembalaan yang tidak dapat dicapai oleh alat-alat pembajak, misalnya padang penggembalaan bukit. Voisin (1960), telah menegaskan bahwa kenaikan produksi yang sangat tinggi pada padang penggembalaan setelah dibajak dan diberi benih baru tidak selamanya dapat dipertahankan dan akan merosot dalam tahun keempat serta produksi akhir padang penggembalaan yang dibajak tadi menjadi lebih rendah daripada bila padang penggembalaan tersebut tidak dibajak. Ia memberikan banyak  bukti untuk memperkuat kesimpulan tersebut. Walaupun demikian, cara tadi masih terus dilakukan orang.
Salah satu metoda yang tercepat untuk perbaikan padang penggembalaan di daerah-daerah tropika adalah mengganti rumput-rumput yang berproduksi rendah dengan spesies serta varietas rumput dan leguminosa yang lebih baik atau unggul. Penggunaan bajak harus dilakukan dengan hati-hati karena dapat menyebabkan bahaya erosi oleh hujan dan oleh angin. Metoda lain yang kurang drastik dalam hal mempersiapkan persemaian ialah dengan jalan membajak jalur berjarak lebar tempat biji disebarkan, atau menggunakan alat penabur benih langsung pada padang penggembalaan bersangkutan. Keputusan menanam suatu jenis hijauan makanan ternak yang unggul, perlu pertimbangan jenis yang sesuai dengan alam setempat dan sistim penyajian yang akan dilakukan. Faktor penentu dalam usaha penggembangan hijauan makanan ternak dan faktor yang perlu diperhatikan adalah: curah hujan, jenis tanah dan ketinggian diatas permukaan laut.
2.4.3. Pemupukan
Perbaikan kesuburan tanah dengan pemupukan terutama pupuk nitrogen dan fosfat, akan menaikkan produksi pada tanah-tanah yang miskin, misalnya pada tanah-tanah miskin savanna Guyana Inggris, pemakaian pupuk disertai dengan introduksi spesies rumput yang lebih baik telah menaikan kapasitas tampung empat puluh kali lipat. Disebagian besar daerah tropika permintaan yang rendah akan hasil-hasil ternak menyebabkan pemberian pupuk dalam jumlah yang minimal sekalipun tidak akan ekonomis dan leguminosa merupakan satu-satunya sumber nitrogen yang dapat digunakan.
Pemberian pupuk kandang maupun kompos akan sangat bermanfaat bagi kondisi fisik tanah, karena akan memperbaiki struktur tanah. Disamping itu dapat pula diberikan pupuk anorganik seperti KCl, Sp-36 dan urea, disesuaikan dengan jenis tanah setempat.
2.4.4. Pemberantasan invasi tumbuh-tumbuhan pengganggu
Di padang-padang penggembalaan yang dipelihara, tumbuh-tumbuhan penggangu dapat diberantas dengan jalan menyabit dan menggunakan herbisida selektif. Di padang-padang rumput alam telah digunakan cara pemberantasan biologis dengan berhasil, misalnya kaktus Opuntia spp. Di Queensland diberantas dengan menggunakan ulat-ulat dari ngengat Cactoblastis cactorum.
2.4.5. Penggunaan Sumber Air
Suplai air diperlukan untuk pertumbuhan tanaman terutama bagi daerah-daerah yang mengalami kemarau panjang. Sumber air dapat berasal dari sumber air alami atau sumber air buatan.Bila air merupakan suatu factor pembatas dalam pembinaan padang rumput, maka pembuatan dam-dam, tangki-tangki tanah, dan waduk-waduk dapat merintis perbaikan setempat. 
2.4.6. Makanan Pelengkap
Penyediaan makanan pelengkap dalam bentuk hay, silase, tanaman makanan ternak atau “standing hay” adalah salah satu cara untuk meringankan tekanan penggembalaan terhadap padang rumput selama musim kemarau.
2.4.7. Penanaman pohon-pohon
Pada padang penggembalaan diperlukan juga penyediaan naungan, misalnya telah dibuktikan bahwa produksi Axonopus compressus dibawah naungan pohon-pohon 20% lebih tinggi dan kandungan proteinnya lebih tinggi pula. Semak-semak yang mengganggu harus diberantas karena dapat mengurangi kapasitas tamping padang penggembalaan.
Usaha untuk perbaikan padang-padang rumput yaitu; 
1. Factor penghambat pada perbaikan padang penggembalaan saat sekarang adalah kurangnya sumber biji dan bibit untuk keperluan pembuatan padang rumput baru atau perbaikan padang rumput yang telah mundur.
2. Penggunaan zat kimia untuk pemberantasan tumbuh-tumbuhan pengganggu dan pertumbuhan kembali semak-semak pada pertanaman pada padang penggembalaan perlu diteliti. Mungkin dapat dilakukan penyemprotan bahan-bahan pembasmi tumbuh-tumbuhan pengganggu  lewat udara dan tekhnik ini mungkin pula berguna dalam pembuatan padang penggembalaan.
3. Karena nitrogen diperlukan oleh semua jenis-jenis rumput dan tidak dapat dipenuhi dengan jalan pemupukan saja, maka perlu dipertimbangkan untuk menyebar biji-biji Stylosanthes gracilis (leguminosa) lewat udara. Karena biji nya sangat halus dan ringan mak perlu dibutirkan dengan tanah. Superfoosfat dapat disebar lewat udara pada saat yang sama di atas savanna daerah utara. Waktu yang tepat untuk penaburan lewat udara ialah setelah pembakaran tahunan. Penaburan biji leguminosa dan superfosfat lewat udara memungkinkan perbaikan dan pendayagunaan yang lebih efisien.
KESIMPULAN
Padang pengembalaan sangat besar peranannya terhadap penyediaan hijauan makanan ternak bagi ternak ruminansia, terutama bagi sistem peternakan ekstensifUntuk menyediakan hijauan makanan ternak yang berkualitas, efisien dan tersedia secara kontinyu sepanjang tahun, maka perlu diadakan peremajaan terhadap padang pengembalaan yang terdiri dari beberapa metode yaitu pengolahan Tanah, pembenihan baru, pemupukan, Pemberantasan invasi tumbuh-tumbuhan pengganggu, penggunaan sumber airmakanan pelengkappenanaman pohon-pohon.
DAFTAR PUSTAKA

McIlroy, R. J. 1976. Pengantar Budidaya Padang Rumput Tropika. Pradnya Paramita, Jakarta. (Diterjemahkan oleh S. Susetyo, Soedarmadi, I. Kismono dan S. Harini I. S.).
Reksohadiprodjo, S. 1985. Produksi Hijauan Makanan Ternak Tropik Bagian Penerbitan Fakultas Ekonomi UGM, Yogyakarta.
Voisin, A. 1960. Better Grassland Sward, Crosby Lockwood, London.




tanaman legum

Oleh: Marhadi
PENGARUH PERTUMBUHAN TANAMAN LEGUMINOSA TERHADAP KONDISI TANAH ASAM

PENDAHULUAN
Keberhasilan suatu peternakan tidak pernah lepas dari efisiensi kualitas dan kuantitas pakan. Hijauan merupakan salah satu faktor yang essensial pada pemenuhan pakan pada ternak ruminansia. Pakan berupa hijauan yang sering diberikan pada ternak adalah rumput-rumputan (Gramineae) dan legum (Leguminoseae).  Legum sebagai pakan pada umumnya memiliki keunggulan dibandingkan rumput-rumputan.
Salah satu keunggulan legum adalah memiliki nutrisi yang lebih lengkap dibandingkan rumput-rumputan, namun legum memiliki kelemahan, yaitu pada saat diberikan pada ternak harus dibatasi karena memiliki kandungan toxici. 
Tanah adalah salah satu media tanam yang merupakan faktor  yang pokok bagi pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman. Unsur hara yang dibutuhkan tanaman didapat melalui tanah. Ketersediaan unsur hara inilah yang, menjadikan tanah sebagai faktor pokok dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman. 
Tujuan penulisan paper ini adalah menawarkan alternatif pemecahan masalah pertanian di tanah masam dan manfaat yang diperoleh dari penulisan paper ini kita memahami bagaimana pengaruh penanaman terutama tanaman legume terhadap kondisi tanah asam atau gambut. 

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Legume 
Menurut Susetyo (1985), legume termasuk dicotyledoneus dimana embrio mengandung dua daun biji/cotyledone. Famili legume dibagi menjadi tiga group sub famili, yaitu: mimosaceae, tanaman kayu dan herba dengan bunga reguler; caesalpiniaceae, tanaman kayu dan herba dengan bunga irreguler dan papilionaceae, tanaman kayu dan herba dengan ciri khas bunga berbentuk kupu-kupu, kebanyakan tanaman pakan ekonomi penting termasuk dalam group papilionaceaeLegume yang ada mempunyai siklus hidup secara annualbinial atau perennial (Soegiri et al., 1980).
2.1.1. Centrosema pubescens
Centrosema pubescens merupakan legum yang berasal dari Amerika Selatan. Siklus hidupnya perenial. Ciri-ciri dari legum ini adalah daun trifoliat, lebih runcing dibandingkan dengan puero dan calopo (Soedomo, 1981). Sifat tumbuhnya membelit, menjalar atau memanjang. Bunganya berbentuk kupu-kupu besar dan berwarna ungu muda kemerahan (Soegiri et al., 1980).
Centrosema pubescens tumbuh di daerah tropika. Curah hujan lebih dari 1000 mm/tahun. Pertumbuhannya jelek karena tidak tahan dingin. Centrosema pubescens tahan musim kemarau yang panjang dan toleran terhadap drainase yang jelek. Legum ini responsif terhadap pupuk P (Soetopo, 1988). Perkembangbiakan sentro dengan bahan tanam biji 1-6 kg/ha. Pertumbuhan kecambah tidak tahan naungan, tetapi tahan naungan pada fase dewasa. Sentro berfungsi sebagai penutup tanah bersama puero dan calopo. Tahan grazing berat dicampur dengan Guinea, Napier, Pangola dan  Para (Soegiri et al., 1980).
2.1.2.  Calopogonium mucunoides
Menurut Soegiri et al. (1982), calopo merupakan tanaman leguminosa yang berasal dari Amerika Selatan yang dapat menjadi tanaman penutup tanah, tanaman sela, dan tanaman pemberantas dengan cirinya berbentuk semak, batang lembek dan menjalar di atas permukaan tanah. Tanaman legume jenis calopo tumbuh menjalar dan memanjat membentuk hamparan yang dapat mencapai ketinggian 30-50 cm, dapat tumbuh pada ketinggian 200-1000 m di atas permukaan air laut dengan curah hujan tahunan 1270 mm/th atau lebih, tidak tahan terhadap genangan air tetapi tahan terhadap naungan. Legume jenis calopo memiliki kemampuan bersaing dengan gulma, tidak tahan kekeringan dan dapat dijadikan untuk pakan dan pupuk hijau (McIllroy, 1976).
2.1.3.  Pueraria pheaseoloides
Legume jenis puero disebut juga kudzu tropik berasal dari Asia bagian timur dan Kepulauan Pasifik dengan sifat membelit, merambat dan dapat membentuk semak yang rimbun. Batang dan daunnya berbulu padat dan panjang, daun tersusun majemuk dan helai berbentuk bulat telur lebar, bunga berwarana ungu kebiruan (Sutopo, 1988). Penanaman legume jenis puero dapat dilakukan pada curah hujan 1270 mm atau lebih dan pada struktur tanah sedang dan berat, tahan terhadap tanah yang kering, tanah asam, tanah yang kekurangan zat kapur dan fosfor serta dapat hidup di tanah yang berat maupun berpasir (Reksohadoprodjo, 1985).
2.1.4.  Gamal (Gliricida sepium)
Gamal (Gliricida sepium) adalah sejenis legum yang mempunyai ciri-ciri tanaman berbentuk pohon, warna batang putih kecoklatan, daun tirfoliate, perakaran kuat dan dalam (Soegiri et al., 1982). Tanaman ini mampu hidup di daerah kering dengan curah hujan 750 mm/tahun. Namun tanaman ini juga tahan terhadap genangan, perkembangan tanaman ini dengan stek, dengan banyak cabang dan responsif terhadap pupuk N (Soedomo, 1985).
2.1.5.Turi (Sesbania grandiflora)
Turi (Sesbania grandiflora) adalah sejenis legum yang mempunyai ciri-ciri tanaman berbentuk pohon yang berumur pendek, tinggi sekitar 5 – 10 m, rantingnya menggantung, daun penumpu bulat telur miring sekitar 0,5 – 1 cm, tanaman turi mempunyai dua varietas yaitu yang berbunga putih dan yang berbunga merah. Daun dan bunga muda juga dimakan oleh orang sebagai sayur mayur. Daun dan ranting muda adalah makanan ternak yang sangat kaya akan putih telur (Van, 1975) Menurut Soegiri et al. (1982) turi (Sesbania grandiflora) merupakan sejenis tanaman semak yang bisa mencapai tinggi 5-10 m, tumbuh dengan cepat di daerah tropis yang lembab. Tanaman ini berbunga besar berwarna putih, merah atau ungu. Buahnya berbentuk polong yang panjang, daunnya majemuk, kecil-kecil dan bulat.
2.2. Tanah
Pada dasarnya pertumbuhan tanaman di darat tergantung pada air dan unsur hara dalam tanah (Foth, 1995). Terdapat unsur-unsur hara essensial dalam tanah yang dibutuhkan oleh tanaman, antara lain nitrogen, fosfor dan kalium (Buckman dan Brady, 1982). Tanah didefinisikan sebagai medium tempat tumbuhnya vegetasi yang terdapat dipermukaan bumi (Soegiman, 1982). 
Tanah merupakan bahan organik dan anorganik yang  ditumbuhi tumbuhan baik tetap maupun sementara (Foth, 1995). Menurut Tjwan (1964) tanah merupakan lapisan bumi teratas yang terbentuk dari batuan yang telah lapuk.  Tanah sebagai sarana produksi tanaman yang mampu menghasilkan berbagai tanaman. Tanah sebagai alat produksi tanam mempunyai tiga peranan penting antara lain sebagai gudang air bagi tanaman, menyediakan udara untuk pernafasan akar tanaman dan merupakan gudang unsur hara tanaman.
Tanah merupakan bagian atas kulit bumi yang telah mengalami pelapukan yang di dalamnya terdapat aktivitas biologi (Tjwan, 1964). Tanah untuk pertanian pada umumnya dibatasi pada kedalaman sekitar 2,0 m untuk pertumbuhan unsur hara, air, udara dan cahaya. Unsur hara dan air diperlukan bahan pembentuk tubuh tanaman. Udara dalam hal ini CO2 dan air dengan bantuan cahaya menghasilkan karbohidrat yang merupakan sumber energi untuk pertumbuhan tanaman, agar proses fisiologi tanaman berjalan baik diperlukan keadaan lingkungan fisik, dalam hal ini suhu udara dan unsur kimia yang cocok (Islami dan Utami, 1995). Dijelaskan lebih lanjut bahwa disamping itu tentu saja tanaman membutuhkan tunjangan mekanik sebagai tempat bertumpu dan tegaknya tanaman, yaitu tanah. Hubungannya dengan kebutuhan hidup tanah berfungsi sebagai: 1) Tunjangan mekanis sebagai tempat tegak dan tegak dan tumbuh; 2) Penyedia unsur hara dan air yang bagi tanaman; 3) Lingkungan tempat akar atau batang dalam tanah melakukan aktivitas fisologisnya; 4) Tanah dengan tata udara yang baik merupakan lingkungan yang baik bagi pertumbuhan tanaman (Islami dan Utami, 1995).
2.2.1. Tanah Gambut
Produktivitas tanah gambut umumnya rendah. Hal ini ditandai oleh pH tanah yang rendah, ketersediaan unsur makro dan mikro yang rendah dan tingginya nilai C/N, (Taher & Zein 1989). Rendahnya produktivitas tanah gambut juga dapat dilihat dari aktivitas biologi pada tanah tersebut, dimana aktivitas biologi organismae seperti laju dekomposisi sangat rendah (Rajagukguk & Setiadi 1989). Selanjutnya Beare et al, (1995) menyebutkan bahwa organisme tanah berpengaruh terhadap karakteristik fisik, kimia dan biologi tanah. dimana struktur komunitas biotik dapat mempengaruhi siklus biogeokimia yang terjadi di dalam tanah.
Gambut terbentuk dari seresah organik yang terdekomposisi secara anaerobik dimana laju penambahan bahan organik lebih tinggi daripada laju dekomposisinya. Di dataran rendah dan daerah pantai, mula-mula terbentuk gambut topogen karena kondisi anaerobik yang dipertahankan oleh tinggi permukaan air sungai, tetapi kemudian penumpukan seresah tanaman yang semakin bertambah menghasilkan pembentukan hamparan gambut ombrogen yang berbentuk kubah (dome) . Gambut ombrogen di Indonesia terbentuk dari seresah vegetasi hutan yang berlangsung selama ribuan tahun, sehingga status keharaannya rendah dan mempunyai kandungan kayu yang tinggi (Radjagukguk, 1990). Ciri umum tanah masam atau gambut adalah nilai pH tanah rata-rata kurang dari 4,0 dan tingginya kandungan unsur aluminium. Tanah masam terdapat di berbagai wilayah Indonesia maupun di bagian lain di dunia ini. Walaupun tanah-tanah itu dapat dikelompokkan sebagai “tanah masam”, tetapi sangat mungkin terdapat sifat-sifat tanah yang tidak sama. Sehingga cara penanggulangan dan pengelolaan anggota tanah masam itu tidak selalu sama. Sebagai langkah pertama untuk menangani tanah masam adalah dengan mengenali lokasi sebarannya dan ciri-ciri penting lain yang dimilikinya karena keberadaannya di kawasan itu (Buckman & Brady, 1982).
Buckman & Brady (1982) menyatakan bahwa organisme tanah berperan penting dalam mempercepat penyediaan hara dan juga sebagai sumber bahan organik tanah. Beberapa mikroartropoda tanah berperan langsung dalam menghancurkan fraksi- fraksi organik tanah. Organis-me yang paling dominan dijumpai dalam tanah berasal dari golongan mikroartropoda tanah yaitu Collembola,Acarina dan Protura (Russell 1978; Lavelle et al, 1995). Selanjutnya Notohadiprawiro (1985) menyebutkan bahwa komposisi spesies pada suatu habitat merupakan indicator paling baik untuk mengungkapkan kualitas habitat yang bersangkutan . Rendahnya tingkat kesuburan gambut, terutama unsur P merupakan faktor pembatas pada proses budidaya, khususnya tanaman pangan, 
2.3. Pertumbuhan Tanaman
Pertumbuhan merupakan rangkaian proses fisiologis dalam tanaman berupa perubahan bentuk dan ukuran akibat pembelahan, perbesaran dan perbanyakan sel (Meyer dan Anderson, 1965). Sitompul dan Guritno (1995) menambahkan bahwa pertumbuhan adalah proses dalam kehidupan tanaman yang mengakibatkan perubahan ukuran tanaman menjadi semakin besar dan menentukan hasil tanaman. 
Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung secara terus menerus seumur hidup. Pertumbuhan dipengaruhi oleh beberpa faktor, dan Gardner (1991) membagi faktor-faktor tersebut menjadi dua macam, yaitu: faktor eksternal/faktor lingkungan yang terdiri dari iklim (cahaya, suhu, air, panjang hari, angin dan gas), edapik atau tanah (tekstur, struktur, bahan organik, kapasitas pertukaran kation, pH, kejenuhan basa dan ketersediaan nutrien tanah). Faktor yang kedua adalah faktor internal/ dari dalam tanaman seperti ketahanan terhadap tekanan iklim dan tanah. Semua organisme mengalami pertumbuhan. Pertumbuhan merupakan proses pertambahan volume dan jumlah sel yang mengakibatkan bertambah besarnya organisme. Pertumbuhan bersifat irreversibel, artinya organisme yang tumbuh tidak akan kembali ke ukuran semula (Meyer dan Anderson, 1965).
Pengukuran hasil proses pertumbuhan dapat diukur melalui pertambahan tinggi tanaman, jumlah daun, berat segar, berat kering, dan diameter tanaman (Joenoes, 1978). Sitompul dan Guritno (1995) menambahkan bahwa parameter berat basah atau segar kurang dapat digunakan sebagai ukuran pertumbuhan tanaman, hal ini dikarenakan sering terjadi fluktuasi berat yang bergantungpada kelembapan tanaman. 

PEMBAHASAN
Pengembangan pertanian pada lahan gambut menghadapi banyak kendala yang berkaitan dengan sifat tanah gambut. Menurut Soepardi (1979) Secara umum sifat kimia tanah gambut didominasi oleh asam-asam organik yang merupakan suatu hasil akumulasi sisa-sisa tanaman. Asam organik yang dihasilkan selama proses dekomposisi tersebut merupakan bahan yang bersifat toksid bagi tanaman, sehingga mengganggu proses metabolisme tanaman yang akan berakibat langsung terhadap produktifitasnya. Sementara itu secara fisik tanah gambut bersifat lebih berpori dibandingkan tanah mineral sehingga hal ini akan mengakibatkan cepatnya pergerakan air pada gambut yang belum terdekomposisi dengan sempurna sehingga jumlah air yang tersedia bagi tanaman sangat terbatas.
Tanah gambut sebagai media tumbuh tanaman legume memerlukan berbagai input untuk menciptakan kondisi optimal bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang dibudidayakan, karena jenis tanaman legume sangat sensitive terhadap kekurangan unsur hara Phospor (P) dan secara umum tidak tahan pada kondisi tanah Asam atau pH rendah. Variasi input yang pernah dilakukan adalah pemberian pupuk P, Cu, pengapuran, pemberian abu, aplikasi manure, pemberian tanah mineral, pengolahan tanah serta melakukan seleksi pada tanaman budidaya yang mampu beradaptasi pada lingkungan tanah gambut. Menurut Astiana Dan Rochim ( 1979) Rendahnya tingkat kesuburan gambut, terutama unsur P merupakan faktor pembatas pada proses budidaya, khususnya tanaman pangan termasuk juga jenis leguminosa.
Unsur hara P merupakan suatu pembatas utama produktivitas pada tanah masam (Santoso, 1996), sehingga penggunaan pupuk yang dapat meningkatkan hara P dan menurunkan keasaman tanah sangat diperlukan. Menurut Sutriadi et al (2005) bentuk-bentuk P yang terjadi didalam tanah selain dipengaruhi oleh sifat tanah yang dipupuk juga dipengaruhi oleh sumber pupuk yang diberikan. Sumber P yang umu digunakan adalah SP36, sementara pupuk TSP tidak diproduksi lagi didalam negeri. Pupuk SP-36 dan TSP merupakan sumber P yang mudah larut dalam air, namun kadar P2O5 pupuk TSP lebih tinggi, yaitu 46%. Hara P tanah dari TSP lebih cepat tersedia bagi tanaman, sehingga cocok untuk tanaman semusim, seperti jagung.
Unsur P dibutuhkan tanaman legume untuk proses fiksasi N, selain itu unsur fosfor (P) berfungsi untuk mempercepat pertumbuhan akar maupun pada bagian atas tanaman seperti batang dan daun (Susetyo, 1985). Manfaat fosfor adalah memacu pertumbuhan akar, merangsang pertumbuhan jaringan tanaman yang membentuk titik tumbuh tanaman, memacu pertumbuhan bunga dan pemasakan buah, memperbesar prosentase terbentuknya bunga menjadi buah dan biji dan menambah daya tahan terhadap hama dan penyakit (Susetyo, 1985).
Lahan gambut mempunyai penyebaran di lahan rawa, yaitu lahan yang menempati posisi peralihan diantara daratan dan sistem perairan. Lahan ini sepanjang tahun/selama waktu yang panjang dalam setahun selalu jenuh air (water logged) atau tergenang air. Tanah gambut terdapat di cekungan, depresi atau bagian-bagian terendah di pelimbahan dan menyebar di dataran rendah sampai tinggi. Yang paling dominan dan sangat luas adalah lahan gambut yang terdapat di lahan rawa di dataran rendah sepanjang pantai. Lahan gambut sangat luas umumnya menempati depresi luas yang menyebar diantara aliran bawah sungai besar dekat muara, dimana gerakan naik turunnya air tanah dipengaruhi oleh pasang surut harian air laut (Soepardi, 1979)
Tanah gambut sebenarnya merupakan tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman bila ditinjau dari jumlah pori-pori yang berkaitan dengan pertukaran oksigen untuk pertumbuhan akar tanaman. Kapasitas memegang air yang tinggi daripada tanah mineral menyebabkan tanaman bisa berkembang lebih cepat. Akan tetapi dengan keberadaan sifat inheren yang lain seperti kemasaman yang tinggi, kejenuhan basa yang rendah dan miskin unsur hara baik mikro maupun makro menyebabkan tanah gambut digolongkan sebagai tanah marginal (Limin et al, 2000). Untuk itulah perlunya usaha untuk mengelola tanah tersebut dengan semestinya.

KESIMPULAN
Sebagian dari lahan gambut telah dimanfaatkan untuk perluasan areal pertanian. Pengembangan lahan gambut tersebut didasarkan atas kebutuhan bahwa penyediaan tanah-tanah yang kesuburannya tinggi relatif berkurang atau langka. Dalam pengelolaanya, masih dijumpai sejumlah kendala yang menghambat tercapainya produktivitas yang tinggi. Kendala tersebut meliputi kendala fisik, kendala kimia  dan kendala yang berkaitan dengan penyediaan dan tata pengelolaan air.
Strategi yang dapat dilakukan untuk memilih tanaman yang toleran pada tanah masam, yaitu melalui 1) modifikasi sifat tanaman melalui uji genetik untuk menjadikannya lebih toleran terhadap kemasaman tinggi, dan 2) inventarisasi tanaman yang dapat tumbuh pada tanah-tanah yang memiliki masalah terhadap kondisi tanah gambut.  Seleksi ini umumnya hanya diperoleh jenis tanaman yang toleran dan tidak toleran terhadap kondisi tanah tersebut.  

DAFTAR PUSTAKA
Beare, M.H.D., Coleman, D.C., Crosley, D.A., Hendrix, P.F., & Odum, E.P. 1995. A Hirarchial approach to evaluating the significance of soil biodiversity to biogeochemical cycling. J. Plant and Soil. 170: 5-22.
Buckman, M.H & Brady. 1982. Ilmu Tanah. Jakarta: Bharata Karya.
Foth, D.H. 1998. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Gadjah Mada University Press Yogyakarta (Diterjemahkan oleh Purbayanti, E.  D, Lukiwati, D. R, Trimulatsih).
Islami,  T.  1995.  Hubungan Tanah Air dan Tanaman.  IKIP Semarang Press, Semarang.
Mcllroy, R. J. 1976. Pengantar Budidaya Padang Rumput Tropika. Pradnyaparamita, Jakarta
Notohadiprawiro, Tejoyuwono. Tanah dan Lingkungan. 1998. Direktorat Jendral  Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Jakarta
Radjagukguk, B., 1989. Prospek pengelolaan tanah-tanah gambut untuk perluasan lahan pertanian. Seminar Nasional Tanah-tanah bermasalah di Indonesia KMIT Fakultas Pertanian UNS Surakarta 15 Oktober 1990. Surakarta.
Reksohadiprodjo, S. 1985. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik. Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universutas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Russell, E.W. 1978. Soil Condition and Plant Growth. London: English Language Book Society.
Sitompul S. M., Guritno B., 1995. Analisa Pertumbuhan Tanaman. UGM Gadjah Mada University Press.
Soedomo, R 1985. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik. PT Gramedia, Jakarta
Soegiman. 1982. Ilmu Tanah. Terjemahan dari The Nature and Properties of Soil oleh Buckman dan Brady. Bharata, Jakarta.
Soegiri, H. S., Ilyas dan Damayanti. 1982. Mengenal Beberapa Jenis Makanan Ternak Daerah Tropis. Direktorat Biro Produksi Peternakan Departemen Pertanian, Jakarta
Soepardi, G. 1983. Sifat dan ciri tanah. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 591 hal.
Susetyo, S. 1985. Hijauan Makanan Ternak. Dirjen Peternakan Departemen Pertanian, Jakarta
Sutopo, L. 1988. Bercocok Tanam. CV Rajawali, Jakarta.
Sutriadi, M.T., R. Hidayat, S. Rochayati, dan D. Setyorini. 2005. Ameliorasi Lahan dengan Fosfat alam untuk perbaikan kesuburan tanah kering masam Typic Hapludox dikalimantan selatan.
Taher, A. & Zein, Z. 1989. Perbaikan produktivitas lahan gambut melalui pengendalian drainase. Prosiding Seminar Gambut Nasional. Jakarta, 27 November 1989.
Tjwan, K.B. 1968. Buku Pengantar Ilmu Tanah. Alumni IPB, Bogor.
Van, C. GG. dan J Steenis. 1975. Flora Untuk Sekolah di Indonesia. Pradnyaparamita, Jakarta.