Selasa, 07 April 2009

Gelonggongan

Sapi Gelonggongan

Daging sapi mempunyai peran yang cukup besar dalam konteks ketahanan pangan nasional. Seperti halnya dengan komoditas susu ataupun daging unggas, daging sapi menjadi salah satu komoditas sumber protein yang sangat dibutuhkan tubuh manusia untuk kesehatan dan pertumbuhan. Daging sapi merupakan komoditas daging disukai konsumen Indonesia selain daging ayam, daging kambing/domba, dan lain-lainnya. Alasan–alasan konsumen menyukai daging sapi ini antara lain karena, pertimbangan gizi, status sosial, pertimbangan kuliner, dan pengaruh budaya barat (Jonsen, 2004), disamping itu tingkat kecernaan protein daging sapi tingi mencapai 95-100% dibandingkan kecernaan protein tanaman yang hanya 65- 75% (Aberle et.al., 2001).

Data statistik pada Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan menunjukkan konsumsi daging sapi per kapita di Indonesia hanya sebesar 1,72 Kg per tahun dan terjadi peningkatan kebutuhan daging sapi dari tahun 1999 hingga 2003, denga laju peningkatan rata-rata sebesar 15,0% per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa Peningkatan permintaan daging sapi terus meningkat, sedangkan jumlah populasi tidak seimbang dengan jumlah permintaan tersebut, sehingga dengan meningkatnya permintaan daging sapi tersebut membuat kalangan pedagang melakukan segala cara. Salah satunya dengan menyediakan daging gelonggong, terutama daging sapi yang akhirnya diFatwa MUI sebagai daging Haram.

"Sesungguhnya Allah Hanya mengharamkan atasmu (memakan) bangkai, darah, daging babi dan apa yang disembelih dengan menyebut nama selain nama Allah, tetapi barangsiapa yang terpaksa memakannya dengan tidak menganiaya dan tidak pula melampaui batas, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". [An Nahl; 16:115]


Sapi Gelonggongan


Sapi gelonggongan adalah sapi yang sebelum mengalami proses pemotongan/disembelih, terlebih dahulu perutnya di isi air dengan cara memasukkan selang ke mulut sapi sampai kedalaman kira-kira 1,5 meter kedalam perut sapi, kemudian selang tersebut dialiri air, banyaknya air yang dimasukkan ke perut tergantung besar kecilnya ukuran sapi tersebut, apabila perut sapi sudah penuh berisi air , maka sapi di istirahatkan sejenak agar air yang di tampung di perut sapi meresap keseluruh tubuh sapi, untuk menghindari agar sapi tidak stress karena kelebihan dosis air di tubuhnya maka air yang diperut sapi di keluarkan sedikit demi sedikit dengan cara memasukkan selang air yang berdiameter 5 cm dengan panjang 1.5 meter, kemudian dimasukkan kemulut sapi secara perlahan, setelah sampai di bagian perut, selang air tersebut dikocok maka keluarlah sebagian air dari mulut sapi tersebut. Semua cara ini di lakukan agar sapi beratnya bertambah antara10 sampai 15 kg.

Daging sapi glonggongan itu sendiri merujuk pada daging dari sapi yang diberi gelontoran (dalam bahasa Jawa, glonggongan berarti gelontoran) air sampai over dosis. Jadi, sapi sebelum di sembelih, di beri air secara paksa. Caranya, moncong sapi diberi corong bambu atau selang dan di ikat kuat. Biar air masuk penuh, kaki sapi di angkat lebih tinggi dari kaki belakang. Proses ini menghasilkan sapi bertambah tambun. Setelah di cekokin air, sapi didiamkan selama 6 jam lalu dipotong. Nah, tiap kilogram daging akan meningkat beratnya sampai 3 ons dari bobot normalnya. Daging gelonggongan banyak mengandung mikroba, dagingnya juga kemungkinan mengandung hormon adrenalin yang dihasilkan hewan saat sekarat.

Di pasar, saat ini ada 2 jenis daging sapi glonggongan:

  1. Daging sapi glonggongan, yaitu sapi yang diglonggong (dipaksa minum air sebanyak-banyaknya) hingga mati.

  2. Daging sapi semi glonggongan atau yang biasa disebut daging semi, yaitu sapi yang diglonggong tetapi tidak sampai mati (sekarat), baru kemudian disembelih.

Ciri-ciri daging gelonggongan:

Berikut adalah sejumlah ciri daging gelonggongan yang disampaikan para pedagang maupun Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta:

  • Warnanya pucat (daging yang masih baik berwarna merah terang dan lemaknya berwarna kekuningan).

  • Kandungan air sangat tinggi/lebih berair/lembek.

  • Kondisinya agak rapuh sehingga tidak bisa dijadikan sejumlah produk olahan, seperti bakso.

  • Biasanya harganya lebih murah.

Berikut tips untuk membedakan daging sapi segar dengan daging sapi geronggongan yang berada di pasar tradisional (sebagian pernah ditayangkan berita-berita TV):

  • Pada pasar tradisional biasanya daging sapi gelonggongan tidak digantung pada kail besi melainkan ditaruh diatas meja langsung, ini menjaga supaya air tidak berjatuhan ketika digantung.

  • Daging sapi segar biasanya warnanya merah mencolok dibanding dengan daging sapi geronggongan yang warnanya agak pucat.

  • Bila mau membeli lihatlah secara teliti dengan menekan bagian daging tersebut. Apabila ditekan daging tesebut mengeluarkan air maka anda patut curiga.

  • Bila di rebus dengan air berat daging sapi geronggongan dapat menyusut beratnya dibanding dengan daging sapi segar.

Berikut kami ulas beberapa Tips bagaimana cara memilih daging yang baik dan segar:

1. Bau khas dagiing sapi segar, tidak berbau seperti bangkai.

2. Daging masih berwarna segar, tidak pucat.

3.Daging tidak berwarna kehijau-hijauan.

4. Daging tidak berwarna kehitaman atau memar.

5. Penjual daging glonggongan biasanya menjual dagingnya tidak digantung, tapi ditaruh dimeja agr tidak keluar airnya.

6. Jangan terkecoh dengan harga daging yang murah


Kerugian Yang Disebabkan Oleh Adanya Daging Gelonggongan:


kalau dihitung cermat, konsumen yang beli daging glonggongan amat dirugikan. Karena daging yang dibeli setelah dimasak akan menyusut hingga 50 persen. Artinya separuhnya lagi, konsumen seperti beli air. Soal gizinya juga pastinya berkurang banyak. Daging glonggongan bergizi rendah karena protein, lemak, vitamin dan mineral turun hingga 23,3 persen. Selain itu kualitas daging turun kelas, pucat, cepat busuk dan lembek. Karena itu para pedagang nakal, tak akan berani menggantung daging glonggongan jualannya. Pasti akan ditaruh di wadah seperti baskom. Biasanya mereka berkilah, daging ini berasal dari jenis sapi anu yang kualitas harganya lebih murah misalnya dari sapi unggulan itu. Pokoknya banyak ragam kilah tipu-tipu mereka, biar pembeli terpikat.

Dalam tinjauan aman dan sehat, daging gelonggongan ini tidak memenuhi syarat, sebab daging yang basah akan mudah dihuni bakteri, selain itu daging gelonggongan tidak layak untuk dikonsumsi. Karena selain rendah gizi, daging yang berasal dari sapi yang stress karena dicekokin air akan menularkan pengaruh buruk pada perilaku konsumennya. Selain itu, melakukan tindakan paksa mencekoki binatang dengan air untuk mengeruk untung berlebih, dari pandangan agama, haram hukumnya. Tindakan ini dianggap tidak berperikemanusian.


Peraturan Pemerintah Dan Undang-Undang Yang Berhubungan Dengan Penggelonggongan


Beberapa peraturan pemerintah dan Undang_undang yang dilanggar oleh adanya kasus penggelonggongan

  • Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan,

  • Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1983 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner.

  • Undang-undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2824);

  • Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3656);

  • Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4424);

  • Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821);

  • Keputusan Menteri Pertanian Nomor 555/Kpts/ TN.240/9/1986 tentang Syarat-syarat Rumah Pemotongan Hewan dan Ijin Usaha Pemotongan Hewan;

Para pelaku penggelonggongan diancam jeratan pasal berlapis, beberapa diantaranya ialah Undang-Undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan dengan ancaman penjara 15 tahun datau denda Rp. 300 juta, lalu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, mengedarkan pangan yang mengandung bahan kotor, busuk, tengik, dan terurai, atau bahan yang berasal dari bangkai sangat dilarang. Ancaman adalah penjara selama 1 tahun atau denda sebesar Rp 120 juta serta Undang-Undang (UU) Perlindungan Konsumen No 8/1999 dan UU No 7/1996 tentang Pangan, dengan ancaman kurungan lima tahun dan denda sebesar 2 miliar rupiah.

Selama ini Pemerintah belum bertindak tegas terhadap para pedagang barang-barang haram itu. Paling-paling hanya diberi teguran, penyuluhan dan pembinaan. Padahal, sudah ada Undang - Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Pada pasal 4(c) diungkapkan bila menjadi hak konsumen untuk mengetahui informasi kualitas produk secara jujur. Di pasal 8 dan 9 diulas perbuatan-perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha. Bahkan di pasal 62, dijelaskan bila pelaku usaha yang melanggar bisa dikenai pidana denda hingga 2 milyar rupiah serta sanksi pidana kurungan paling lama 5 tahun. Pemerintah juga bisa mengacu pada Undang - Undang No 6 Tahun 1967 tentang pokok kesehatan. Yang pasti, pada pelaku perdagangan daging bermasalah bisa dikenakan pasal-pasal pidana yang diatur dalam Kitab Hukum Undang-undang Pidana (KUHP), khususnya dengan pasal pidana penipuan. Apalagi saat ini sudah banyak Pemerintah Daerah yang mempunyai peraturan daerah (Perda) terkait perdagangan daging bermasalah. Kota Semarang misalnya mempunyai Perda No 6/2007 tentang Kesehatan Hewan dan Kesehatan Veteriner. Di Perda tersebut pedagang daging bermasalah diancam hukuman denda maksimal Rp5 juta dan penjara selama lima tahun. Di Kab. Bantul ada Perda No 9 tahun 2000. Langkah tegas Pemerintah harus diikuti dengan kemauan untuk melakukan koordinasi antar kota/kab, karena bisa jadi daging bermasalah tersebut berasal dari luar daerahnya. Koordinasi juga harus dilakukan antara aparat kepolisian, Dinas Perdagangan, Dinas Peternakan, Dinas kesehatan, Departemen Agama dan MUI.

Secara ilmiah, ketika hewan yang akan disembelih mengalami stress, maka darah tidak akan keluar dengan tuntas dan mutu daging yang dihasilkan juga kurang bagus, sedangkan dari segi kehalalan perlakuan glonggong pada sapi juga bisa menimbulkan masalah. Penyiksaan binatang secara berlebihan tersebut membuka peluang binatang tersebut mati atau sekarat sebelum disembelih. Jika hal itu yang terjadi, maka daging hasil sembelihan tersebut haram hukumnya. Sebab ia telah menjadi bangkai dan hukumnya sama dengan memakan bangkai.

Fatwa Majelis Ulama Indonesia Mengenai Gelonggongan

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jateng mengharamkan jenis daging sapi gelonggongan, karena dinilai mengandung unsur penipuan, penyiksaan pada hewan, dan sama halnya menjual daging bangkai.( Suara Merdeka,) Islam menganjurkan agar hewan yang akan disembelih diperlakukan dengan baik dan disenangkan hatinya. Kalau perlu diberi makan dahulu, tidak disiksa, dan dimandikan supaya bersih. Aturan ini berlaku untuk semua hewan yang akan disembelih, baik sapi, kambing, domba, unta, maupun hewan-hewan halal lainnya

Upaya Pencegahan Kasus Penggelonggongan

Langkah Untuk Membrantas Daging Sapi Glonggongan Oleh Lembaga Terkait: Sapi glonggong adalah sapi yang diberi minum secara paksa dalam jumlah besar (diglonggong) dengan tujuan menambah berat badan sapi. Permasalahan yang terjadi, selain menyiksa, sapi yang diglonggong besar kemungkinan mati sebelum proses penyembelihan dilakukan, tentunya dagingnya menjadi tidak halal. Investigasi secara terpadu dilakukan oleh tim LP POM MUI Pusat, Depkes, Depag, Ditjen peternakan beserta MUI dan Dinas Peternakan setempat. Langkah selanjutnya adalah akan dibuatnya RPH yang besar agar pemotongan dapat dipusatkan disatu tempat sehingga pengawasan lebih mudah dilakukan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar