Kamis, 03 Desember 2009

pupuk hayati

PERANAN CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA PADA PENYEDIAAN UNSUR HARA P BAGI TANAMAN LEGUMINOSA


PENDAHULUAN


Di dalam tanah, P tersedia bagi tanaman kurang dari 1% P total tanah Kecepatan pengambilan hara oleh sistem akar tanaman tergantung pada kecepatan hara tanah mencapai permukaan akar tanaman. Di dalam tanah hara P bergerak dengan cara difusi. Semua faktor yang berperan dalam menentukan kecepatan difusi P ke akar dan perkembangan akar di dalam tanah akan menentukan ketersediaan P bagi tanaman. Faktor-faktor ini antara lain adalah faktor tanah (kelembaban, kapasitas menyangga, suhu) dan faktor tanaman (panjang akar, kerapatan akar, dan infeksi akar) oleh jamur mikoriza arbuskula. (Marschner, 1986; Bolan, 1991; Koide, 1991)
Kata mikoriza berasal dari bahasa Yunani yaitu myces (cendawan) dan rhiza (akar) (Sieverding, 1991). Jadi mikoriza adalah suatu bentuk hubungan simbiosis mutualisma antara cendawan dan perakaran tumbuhan tingkat tinggi. Simbiosis ini terjadi saling menguntungkan, cendawan memperoleh karbohidrat dan unsur pertumbuhan lain dari tanaman inang, sebaliknya cendawan memberi keuntungan kepada tanaman inang, dengan cara membantu tanaman dalam menyerap unsur hara terutama unsur P. Berdasarkan struktur tumbuh dan cara infeksi maka mikoriza dapat dikelompokkan dalam dua kelompok besar yakni Ektomikoriza dan Endomikoriza (CMA).
Menurut Susetyo (1985), legume termasuk dicotyledoneus dimana embrio mengandung dua daun biji/cotyledone. Famili legume dibagi menjadi tiga group sub famili, yaitu: mimosaceae, tanaman kayu dan herba dengan bunga reguler; caesalpiniaceae, tanaman kayu dan herba dengan bunga irreguler dan papilionaceae, tanaman kayu dan herba dengan ciri khas yakni bunga berbentuk kupu-kupu, kebanyakan tanaman pakan ekonomi penting termasuk dalam group papilionaceae. Legume yang ada mempunyai siklus hidup secara annual, binial atau perennial (Soegiri et al., 1980).
BAB II
ISI
2.1. Simbiotik Mutualisme
Simbiotik mutualisme atau sering disebut kerjasama saling menguntungkan antara tanaman dan mikroba tanah yang merupakan dasar pokok dalam mengembangkan bioteknologi mikoriza. Tanaman dalam pertumbuhan hidupnya mendapatkan sumber makanan lebih banyak dari dalam tanah dengan bantuan penyerapan lebih luas dari organ-organ mikoriza pada sistem perakaran dibandingkan yang diserap oleh rambut akar biasa. Makanan utama yang diserap adalah fosfor (P) dan juga termasuk nitrogen (N), kalium (K) dan unsur mikro lain seperti Zn, Cu dan B. Melalui proses enzimatik, makanan yang terikat kuat dalam ikatan senyawa kimia seperti aluminium (Al) dan besi (Fe), dapat diuraikan dan dipecahkan dalam bentuk tersedia bagi Tanaman. Karena cuma tanaman yang berfotosintesa, sebagai imbalannya, sebagian hasil fotosintat (berupa karbohidrat cair) yang dimasak pada daun berklorofil didistribusikan ke bagian akar Tanaman, dan tentunya mikoriza di jaringan korteks akar Tanaman mendapatkan aliran energi untuk hidup dan berkembangbiak di dalam tanah. Dari kegiatan barter antara minoriza dan Tanaman, maka proses simbiosis mutualistis berlangsung terus menerus dan saling menguntungkan seumur hidup Tanaman.
2.2. Cendawan Mikoriza Arbuskula
Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) adalah salah satu tipe cendawan pembentuk mikoriza yang akhir– akhir ini mendapat perhatian dari para ahli lingkungan dan biologis untuk dikembangkan sebagai pupuk hayati / pupuk biologis. CMA merupakan sumber daya alam hayati potensial yang terdapat di alam dan dapat ditemukan hampir di berbagai ekosistem. Cendawan ini mampu membentuk simbiosis dengan sebagian besar (97%) famili tanaman darat. Eksplorasi jenis – jenis CMA dapat dilakukan pada berbagai ekosistem yang masih alami maupun yang telah mengalami gangguan. Mikroba ini dapat diisolasi, dimurnikan dan dikembangkan sebagai agen hayati melalui serangkaian penelitian di laboratorium dan pengujian di lapangan (field test). Dengan cara ini dapat diseleksi dan dihasilkan isolat-isolat CMA unggul yang teruji efektif.
Inokulasi CMA pada tanaman sering kali dilakukan menggunakan campuran spora, hifa, dan akar terinfeksi. Walaupun memiliki beberapa kelebihan, inokulum campuran memiliki kelemahan dalam standarisasi dan sterilisasi. Spora adalah tipe inokulum yang memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan hifa ataupun akar terinfeksi, misal tahan terhadap pengaruh fisika dan kimia karena ketebalan dindingnya, dapat disterilisasi untuk keperluan inokulasi aseptik, dan dapat distandarisasi. Namun, spora juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu memerlukan waktu untuk perkecambahan dan spora memiliki sifat dorman pada beberapa spesies. Menurut Tawaraya et al. (1996) spora Gigaspora berkecambah dalam 4-6 hari sedangkan beberapa spesies Acaulospora memerlukan waktu tiga bulan untuk berkecambah (Smith & Read, 1997).
2.3. Keuntungan Cendawan Mikoriza Arbuskula
Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) adalah salah satu tipe cendawan pembentuk mikoriza yang akhir– akhir ini mendapat perhatian dari para ahli lingkungan dan biologis untuk dikembangkan sebagai pupuk hayati/pupuk biologis. Penggunaan Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) tidak membutuhkan biaya yang besar karena : (a) teknologi produksinya murah, b) semua bahan tersedia di dalam negeri, c) dapat diproduksi dengan mudah dilapangan, d) pemberian cukup sekali seumur hidup tanaman dan memiliki kemampuan memberikan manfaat pada rotasi/ tanaman berikutnya (Husna, 1998) , e) tidak menimbulkan polusi dan f) tidak merusak struktur tanah
Keuntungan yang diharapkan dari pemanfaatan cendawan ini kaitannya dengan pertumbuhan, kualitas dan produktivitas tanaman adalah dapat membantu akar tanaman dalam penyerapan unsur hara makro dan mikro terutama fosfat atau P (mekanismenya terjadi peningkatan permukaan absorbsi, kerja enzim fosfatase dan enzim oksalat), lebih banyak memanen air karena dapat menjangkau pori–pori mikro tanah yang tidak bisa dijangkau oleh rambut–rambut akar, meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan (mekanisme ; penyerapan hifa sangat luas, laju transpirasi lebih kecil per satuan luas daun dan peningkatan tekanan osmotik), patogen akar (mekanisme ; memperbaiki nutrisi tanaman, lapisan hifa yang menutupi akar, melepaskan antibiotik), pencemaran logam berat (mekanisme kerja dari hifa cendawan) dan tingkat salinitas. Cendawan ini juga menghasilkan zat pengatur tumbuh (hormon) yang dapat menstimulasi pertumbuhan tanaman.
Cendawan mempunyai peran terhadap keberlanjutan regenerasi tanaman dan memberi kontribusi positif terhadap keberadaan spesies tanaman pada suatu komunitas. Peran itu dilakukan dengan empat cara yaitu ; 1) cendawan mikoriza berpengaruh positif terhadap reproduksi (melalui persilangan jantan dan betina) dan kemampuan adaptasi tanaman, 2) kolonisasi cendawan mikoriza dapat meningkatkan kepadatan populasi tanaman, 3) kolonisasi cendawan dapat meningkatkan kualitas ukuran dan produktivitas tanaman pada populasi tanaman dan 4) sebagai sumber inokulum penting terhadap pembangunan hutan terutama pada skala persemaian.
Keuntungan lain yang diperoleh dari cendawan ini adalah dapat dijadikan sebagai bio indikator kualitas lingkungan, mempertahankan stabilitas ekosistem dan keanekaragaman hayati karena dapat mempercepat terjadinya suksesi secara alamiah pada habitat-habitat yang mengalami gangguan yang ekstrim, memperbaiki struktur tanah, sebagai jembatan transfer carbon dari akar tanaman ke organisme tanah lainnya. Keberadaan cendawan di dalam tanah bersinergis dengan mikroba potensial seperti bakteri penambat nitrogen (keberadaan CMA diperlukan tanaman leguminosa untuk pembentukan bintil akar dan efektifitas penambatan nitrogen oleh rhizobium/bradyrhizobium) dan bakteri pelarut fosfat, jasad-jasad renik selulotik seperti Tricoderma sp.
2.4. Peranan Cendawan Mikoriza Arbuskula Sebagai Pembenah Tanah


Mikoriza berpengaruh terhadap agregasi tanah (Tisdall and Oades, 1979). Terutama ini dipengaruhi oleh presentase agregat tanah dengan ukuran >2mm, yang lebih tinggi pada tanaman yang diinokulasi mikoriza daripada yang tidak diinokulasi. Adanya miselium cendawan MA yasng dilapisi oleh zat yang berlendir menyebabkan partikel-partikel tanah melekat satu sama lain. Wright dan Upadhyaya (1996) menyebutkan zat yang berlendir ini sebagai glomalin. Glomalin ini merupakan glikoprotein yang mengikat paretikel-partikel tanah, dikeluarkan oleh cendawan MA melalui hifa. Banyak tanaman pertanian yang ditanam pada lahan-lahan yang mudah tererosi, karena terletak pada kemiringan yang tinggi. Dengan kemampuan seperti disebutkan diatas simbiosis tanaman dengan cendawan MA dapat meningkatkan stabilitas tanah.
2.4. Peranan Cendawan Mikoriza Arbuskula Terhadap Penyediaan Unsur P
Pada umumnya Cendawan mikoriza arbuskula (MA) bersifat mutualistik. Pada tanaman yang bersimbiosis dengan Cendawan MA, daerah penyerapan akar diperluas oleh miselium ekternal Cendawan MA, sehingga penyerapan hara terutama P menjadi lebih besar (Mosse, 1981; Bolan, 1991). Kecepatan masuknya P ke dalam hifa Cendawan MA dapat mencapai enam kali lebih cepat daripada kecepatan masuknya P melalui rambut akar (Bolan, 1991). Pengaruh inokulasi dengan Cendawan MA lebih baik pada tanaman yang dipupuk dengan pupuk P yang kurang tersedia daripada yang dipupuk dengan pupuk P yang mudah tersedia bagi tanaman (Murdoch et al., 1967, Rosse Gilliam, 1973; Powell & Daniel, 1978, Vaast, 1996). Selain meningkatkan pertumbuhan dan penyerapan P (Menge et al., 1976; Sanni, 1976, Powell et al., 1980; Islam & Ayanaba, 1981; Kuo & Huang, 1982; Baon et al., 1994 dan Kabirun, 2001) inokulasi dengan Cendawan MA yang efektif juga dapat meningkatkan hasil tanaman (Ross & Happer, 1970, Sanni, 1976; Islam & Ayanaba, 1981; Powell, 1981 dan Kabirun, 2001). Pengaruh inokulasi Cendawan MA terhadap pertumbuhan, serapan P dan hasil tanaman dipengaruhi oleh jenis dan varietas tanaman, jenis tanah, jenis Cendawan MA, jenis pupuk, faktor lingkungan yaitu cahaya dan suhu (Mosse, 1981).
Mekanisme pemyerapan pospat oleh mikoriza:
  1. kolonisasi mikoriza mengubah morfologi akar sedemikian rupa, misalnya dengan menginduksi hipertrofi akar, sehingga mengakibatkan pembesaran sistem akar, dengan demikian luas permukaan akar untuk mengabsorbsi P menjadi lebih besar.
  2. mikoriza memiliki akses terhadap sumber P an-organik yang relatif tidak dapat larut (seperti apatit misalnya), yang tidak dimiliki oleh akar yang tidak bermikoriza.
  3. kolonisasi mikoriza mengubah metabolisme tanaman inang sehingga absorbsi atau pemanfaatan P oleh akar terkolonisasi ditingkatkan, yaitu peningkatan daya absorbsi (absorbing power) individu-individu akar.
  4. hifa dalam tanah mengabsorbsi P dan mengangkutnya ke akar-akar yang dikolonisasi, dimana P ditransfer keinang bermikoriza, sehingga berakibat meningkatnya volume tanah yang dapat dijangkau oleh sistem akar tanaman.
  5. daerah akar bermikoriza tetap aktif dalam mengabsorbsi hara untuk jangka waktu yang lebih lama dibandingkan dengan akar yang tidak bermikoriza.
2.4. Peranan Cendawan MA Terhadap Pertumbuhan Tanaman Leguminosa
Unsur P dibutuhkan tanaman legume untuk proses fiksasi N, selain itu unsur fosfor (P) berfungsi untuk mempercepat pertumbuhan akar maupun pada bagian atas tanaman seperti batang dan daun (Susetyo, 1985). Manfaat fosfor adalah memacu pertumbuhan akar, merangsang pertumbuhan jaringan tanaman yang membentuk titik tumbuh tanaman, memacu pertumbuhan bunga dan pemasakan buah, memperbesar prosentase terbentuknya bunga menjadi buah dan biji dan menambah daya tahan terhadap hama dan penyakit (Susetyo, 1985). Berdasarkan penelitian ((Amijee, 1989; Baon et al.,1994; Kabirun, 2001)) mengenai MA menjelaskan Inokulasi dengan Cendawan MA meningkatkan serapan P tajuk, serapan P akar dan serapan P total tanaman jika dibandingkan dengan kontrol tanpa inokulasi Cendawan MA
Sejumlah percobaan telah membuktikan hubungan saling menguntungkan, yaitu adanya cendawan mikoriza sangat meningkatkan efisiensi penyerapan mineral dari tanah. Cendawan MVA mempunyai hubungan mutualistik dengan tanaman inang, dengan jalan memobilisasi fosfor dan hara mineral lain dalam tanah, kemudian menukarkan hara ini dengan karbon inang dalam bentuk fotosintat.
Hal sangat penting, yaitu cendawan mikoriza ini memiliki enzim pospatase yang mampu menghidrolisis senyawa phytat (my-inosital 1,2,3,4,5,6 hexakisphospat). Phytat adalah senyawa phospat komplek, phytat tertimbun didalam tanah hingga 20%-50% dari total phospat organik, merupakan pengikat kuat (chelator) bagi kation seperti Kalsium (Ca++), Magnesium (Mg++), Sens (Zn++), Besi (Fe++), dan protein.
Phytat didalam tanah merupakan sumber phospat, dengan bantuan enzim phospatase phytat dapat dihidrolisis menjadi myoinosital, phosphor bebas dan mineral, sehingga ketersediaan phosphor dan mineral dalam tanah dapat terpenuhi. Dengan demikian cendawan mikoriza terlibat dalam siklus dan dapat memanen unsur P.


BAB III
KESIMPULAN
Pemanfaatan Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) dapat memberikan asupan unsur hara P bagi tanaman Leguminosa dimana unsur hara P Sangat dibutuhkan legume untuk proses fiksasi N, selain itu unsur fosfor (P) berfungsi untuk mempercepat pertumbuhan akar maupun pada bagian atas tanaman seperti batang dan daun, selain itu simbiosis tanaman dengan cendawan MA dapat meningkatkan stabilitas tanah. Pada tanaman yang bersimbiosis dengan Cendawan MA, daerah penyerapan akar diperluas oleh miselium ekternal Cendawan MA sehingga penyerapan hara terutama P menjadi lebih besar.


DAFTAR PUSTAKA
Amijee, F., P.B. Tinker., and D.P. Stribley. 1989. The development on endomycorrhizal root systems.
Baon, J.B., S.E. Smith., and A.M. Alston. 1994. Growth reponsen and phosphorus uptake of rye with long and short root hairs interaction with mycorrhizal infection. Plant and Soil. 167: 247-254.
Bolan, N.S. 1991. A. critical review on the role of mycorrhizal fungi in the uptake of phosphorus by plants. Plant and Soil. 134: 189-207.
Bolan, N.S. 1991. A. critical review on the role of mycorrhizal fungi in the uptake of phosphorus by plants. Plant and Soil. 134: 189-207.
Husna. 2003. Studi Diversitas Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) Asal Sulawesi Tenggara. Makalah Poster Seminar dan Pameran Teknologi Produksi dan Pemanfaatan Inokulan Endo-Ektomikoriza untuk Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan, 16 September 2003, UNPAD Bandung
Islam, R & A. Ayanaba. 1981. Growth and yield responses of cowpea and maize to inoculation with Glomus mosseae in sterilized soil under field conditions. Plant & Soil 54: 505-509
Kabirun, S. 2001. Peranan mikoriza vesikula-arbuskula dalam penyerapan fosfor pada padi gogo di tanah mineral masam. Disertasi Doktor.
Koide R. 1991. Nutrient supply, nutrient demand and plant respons to mycorrhizal infection. New Phytol 117-365-386.
Menge, J.A. C.K. Labanauskas., E.L.V. Johnson., and R.G. Platt. 1976. Partial substitution of mycorrhizal fungi for phosphorus fertilization in the greenhouse culture of citrus. Soil.Sci. Soc. Am. J.42: 926-939.
Mosse, B. (1973). Advances in the study of vesicular arbuscular mycorrhiza. Ann. Rev. Phytopathol., 11, 171-196.
Mosse, B. 1981. Vesicular-arbuscular Mycorrhiza Research for Tropical Agriculture. Res Bull No. 194. Hawaii Inst. of Trop. Agric and Human Resources. Univ. of Hawaii, Honolulu.
Murdoch, C.L., J.A. Jakobs., and J.W. Gerdemann. 1967. Utilization of phosphorus sources of different availability by mycorrhizal and non-mycorrhizal maize. Plant and Soil. 27: 329-334.
Powell, C.Ll., D.M. Metcalve., J.G. Buwalda., and J.E. Waller, 1980. Phosphate response curve of mycorrhizal and non-mucorrhizal plants. II. Response to rock phosphates. N.Z.J. Agric. Res. 23: 477-482.
Ross, J.P., and J.W. Gilliam. 1973. Effect of Endogone mycorrhiza on phosphate uptake by soybean from inorganic phosphates. Soil. Sci. Soc. Am. Proc. 37: 237-239.
Sanni, S.O. 1976. Vesicular-arbuscular mycorrhiza in some Nigerian soils. The effect of Gigaspora gigantea on the growth of rice. New Phytol. 77: 673-674.
Sieverding, E. (1991). Vesicular arbuscular mycorrhiza: Management in tropical agrosystems. Germany, GTZ GmbH.
Sieverding, E. 1991. Function of Mycorrhiza. Vesicular Arbuscular Mycorrhiza Management in Tropical Agrosystems. Eshborn, Germany. p. 57-70.
Smith, S. E. & D. J. Read. (1997). Mycorrhizal Symbiosis. London, Academic Press
Soegiri, H. S., Ilyas dan Damayanti. 1982. Mengenal Beberapa Jenis Makanan Ternak Daerah Tropis. Direktorat Biro Produksi Peternakan Departemen Pertanian, Jakarta
Susetyo, S. 1985. Hijauan Makanan Ternak. Dirjen Peternakan Departemen Pertanian, Jakarta
Tisdall, J.M. and J.M. Oades.1979. Stabilization of soil agregates by the root systems of ryegrass. Aust. J. Soil Res. 17:429:441.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar